Wahananews-Papua Barat | Penunjukan Penjabat Gubernur dan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Daya merupakan Diskriminasi Terhadap UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 dan UU Otsus Perubahan Kedua Nomor 2 Tahun 2021.
Pasca Paripurna Tingkat II Persetujuan Undang-undang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya, RUU Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya Menjadi Undang-undang Nomor 29 Tahun 2022.
Baca Juga:
Persiapan Pemerintah Papua Barat Daya dalam Masa Tenang dan Pungut Hitung Pilkada 2024
Setelah di Undangkan Dalam Lembaran Negara, maka Papua Barat Daya Resmi Menjadi Provinsi Ke 38 Di Republik Indonesia.
Tentu setelah di Undangkan di ikuti dengan Peresmian Provinsi dan Pelantikan Penjabat Gubernur Dan Penjabat Sekretaris Daerah. Perangkat pemerintahan segera di tata.
Tentu semua ini menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden dan kementerian Dalam Negeri.
Baca Juga:
Puluhan Ribu Massa Padati Alun-Alun Aimas, Hadiri Kampanye Akbar Bernard Sagrim-Sirajudin Bauw di Kabupaten Sorong
Nah, dalam hal menunjuk Penjabat Gubernur dan Penjabat Sekertaris Daerah di lakukan dengan mempertimbangkan Aspek Prosedural seperti UU ASN dan Pemerintahan daerah.
Khususnya Tanah Papua yang memiliki Kekhususan, di mana Undang-undang Otsus Nomor 21 Tahun 2001 dan Hasil Perubahan Kedua Nomor 2 Tahun 2021 sebagai Kebijakan kekhususan yang mencoba mengatasi gejolak sosial dan politik Tanah Papua harusnya menjadi pertimbangan serius.
Khususnya Afirmasi terhadap orang Asli Papua. Dalam hal manajemen ASN pemerintah pusat, mestinya memperhatikan kekhususan ini.
Bahwa Latar Belakang Lahirnya UU Otsus ini sesungguhnya merupakan upaya merekonsiliasi termarjinalkan ya orang asli Papua di segala bidang. Merupakan solusi alternatif dari gejolak sosial politik yang terjadi.
Bahwa tanah Papua sedang berada dalam masa semangat implementasi Otsus Jili II.
Dimana, di dalam Otsus Jilid II merupakan upaya untuk meyakinkan kita semua bahwa di dalam UU Otsus ini Hak Orang asli Papua termasuk Hak atas ASN Penjabat Gubernur dan SEKDA Papua Barat Daya akan Memprioritaskan Orang Asli Papua.
Sebagaimana Semangat UU Otsus Nomor 2 Tahun 2021 Pasal 76 Ayat 3 Bahwa Pemekaran di lakukan dengan tujuan Memberi Ruang dan memprioritaskan Orang Asli Papua dalam Bidang Politik, Pemerintahan, ASN, Ekonomi dan lain sebagainya.
Penunjukan Penjabat SEKDA dan Gubernur Provinsi Papua Barat Daya merupakan Kebijakan yang menginjak-injak, DISKRIMINASI Terhadap Semangat dan Marwah Undang-undang Otsus.
Proses Revisi Undang-undang Otsus yang menuai protes di Tanah Papua namun tetap berjalan.
Harusnya dalam implementasi ini meyakinkan Orang Asli Papua bahwa Nasib dan Haknya di Jamin Sesuai Perintah Undang-undang ini.
Praktek yang terjadi justru sebaiknya, Penunjukan Penjabat SEKDA Provinsi Papua Barat Daya Bukan Merupakan Orang Asli Papua Menurut Definisi Pertama yaitu Bapa Dan Mamanya Berasal Dari RAS Rumpun Melanesia, Dari suku-suku Asli Papua Dari wilayah Adat Doberay.
Banyaknya Kebijakan yang Diskriminatif TERHADAP Undang-undang Otsus Jilid II ini, menjadi Pertanyaan Terhadap Komitmen Implementasi Otsus saat ini. Kepada Bapak Presiden Republik Indonesia Segera Melakukan Evaluasi Terhadap Situasi dan Kondisi ini. [hot]
Penulis: Agustinus R. Kambuaya
Anggota DPRPB Fraksi Otsus.