Papua-Barat.WahanaNews.co, Jakarta - Mencermati situasi konflik dan kekerasan di Papua akhir-akhir ini, Komnas HAM RI mendesak penegakan hukum yang transparan dan akuntabel, khususnya oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) selaku aparat penegak hukum.
Komnas HAM menyatakan keprihatinan dan memberikan atensi terhadap setidaknya 12 peristiwa kekerasan terjadi di Papua yang menyasar ke anggota TNI/POLRI maupun warga sipil selama kurun waktu bulan Maret dan April 2024. Demikian siaran pers Komnas HAM dikutip, Jumat (19/4/2024).
Baca Juga:
Kasus Vina-Eki Cirebon: Kesimpulan Komnas HAM Simpulkan 3 Pelanggaran Polisi
Menurut Komnas HAM, ada tercatat tidak kurang dari 4 (empat) orang warga sipil dan 5 (lima) orang anggota TNI/POLRI mengalami luka; 8 (delapan) orang meninggal dunia - yang terdiri dari 5 (lima) orang anggota TNI/POLRI dan 3 (tiga) warga sipil, yaitu 1 dewasa dan 2 usia anak; serta 2 (dua) orang perempuan menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).
Peristiwa yang terjadi pada Maret 2024 antara lain; kontak tembak antara aparat gabungan TNIPolri dengan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya (1/3/2024); penembakan 2(dua) prajurit TNI yang diduga dilakukan oleh KSB di Kulirik, Puncak Jaya (17/3/2024); Penembakan 1 (satu) anggota Satgas Kostrad Yonif Raider 323/BP yang diduga dilakukan KSB di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak (22/3/2024); serta penembakan yang diduga dilakukan oleh KSB terhadap 2 (dua) anggota Polri saat berjaga di helipad di Kabupaten Paniai (20/3/2024).
Sedangkan pada April 2024 tercatat 2 (dua) orang perempuan menjadi korban kekerasan seksual dan penganiayaan oleh sekelompok orang di Distrik Nabire, Kabupaten Nabire (5/4).
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
Selain itu, penyerangan terhadap warga sipil juga terjadi, antara lain pembunuhan Kepala Kampung Modusit yang diduga dilakukan KSB di Distrik Serambakon, Kabupaten Pegunungan Bintang (8/4/2024); penembakan 2 (dua) warga sipil yang diduga dilakukan KSB di kios jembatan Yessey Mersey, Kampung Kago, Distrik Ilaga (9/4/2024). Selain itu, juga terjadi kontak tembak antara TNI-POLRI dan KSB di Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah (8/4/2024).
Terkait dengan intensitas kekerasan yang terjadi, Komnas HAM menyatakan sebagai berikut:
1. Komnas HAM mengecam segala bentuk dan tindakan kekerasan yang kerap terjadi di Papua, khususnya kekerasan seksual terhadap 2 (dua) orang perempuan di Nabire, pembunuhan terhadap Komandan Rayon Militer (Danramil) 1703-04/Aradide di Kabupaten Paniai, Papua Tengah yang diduga dilakukan oleh TPNPB-OPM pada 10 April 2024; serta jatuhnya korban jiwa warga sipil anak yaitu: dalam kontak tembak antara TNI-Polri dengan KSB di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya pada 1 Maret 2024 dan 8 April 2024. Kasus-kasus tersebut memperlihatkan bahwa siapapun dapat menjadi korban akibat konflik dan kekerasan yang kerap terjadi di Papua.
2. Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh Aparat Penegak Hukum, serta penegakan hukum secara akuntabel terhadap pihak-pihak yang terlibat demi tegaknya supremasi hukum.
3. Komnas HAM juga mendorong adanya evaluasi pada tataran operasi, komando dan pengendalian keamanan dalam penanganan setiap kekerasan bersenjata di Papua untuk memperbaiki kebijakan keamanan di Papua.
4. Komnas HAM menghormati kewenangan pemerintah dalam merespons situasi di Papua, di antaranya perubahan penyebutan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) menjadi OPM (Organisasi Papua Merdeka), sebagaimana pernyataan Panglima TNI. Komnas HAM akan mengkaji rujukan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam perubahan terminologi tersebut. Namun Komnas HAM kembali menekankan standar perlindungan HAM baik dalam situasi konflik maupun non konflik, bahwa semua pihak, baik aparatur sipil, aparat keamanan, maupun kelompok sipil bersenjata, harus menjamin keselamatan warga sipil.
5. Komnas HAM mendorong pemerintah, termasuk TNI dan Polri, untuk senantiasa menggunakan pendekatan yang terukur dalam menghadapi konflik dan kekerasan di Papua. Hal ini penting untuk menjamin keselamatan dan perlindungan HAM warga sipil, maupun aparat TNI dan Polri yang bertugas di lapangan.
6. Pelanggaran HAM dapat terjadi apabila Negara menggunakan kekuatan berlebih (excessive use of force) tanpa mempertimbangkan prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas; atau ketika Negara tidak dapat memastikan penegakan hukum yang adil bagi korban. Untuk itu, Komnas HAM mendorong agar pemerintah mengedepankan penegakan hukum terhadap setiap pelaku kekerasan di Papua dan serta perlindungan dan keadilan bagi para korban.
7. Komnas HAM mendorong Pemerintah untuk terus mengupayakan penguatan ekosistem damai di Papua dengan menjamin adanya layanan publik yang prima dalam hal pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perekonomian lokal. Hal ini penting untuk menekan eskalasi konflik dan kekerasan di Papua. 8. Komnas HAM akan terus memantau perkembangan situasi hak asasi manusia di Papua. Demikian keterangan pers ini disampaikan agar semua pihak mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam penanganan konflik dan kekerasan di Papua.
[Redaktur: Hotbert Purba]