“Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 24,4% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%),”ujar Dewi sapaan akrabnya.
Tahun 2015, sebut Dewi, Indonesia tertinggi ke-2 dibawah Laos untuk jumlah anak stunting. Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta atau 37 persen balita Indonesia mengalami stunting (kerdil).
Baca Juga:
5 Langkah Pencegahan Stunting Sejak Lahir Menurut Dokter Spesialis Anak
Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara lain status gizi ibu, tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori.
Juga pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi di awal kehidupan seorang anak.
Selain faktor lingkungan, juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal. Akan tetapi, sebagian besar perawakan pendek disebabkan oleh malnutrisi, ujar Dewi.
Baca Juga:
dr Siti Nadia Tarmizi Minta Kader PKK Lakukan Hal Ini untuk Mencegah Stunting
Menurut pemateri Stunting Dewi, jika gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang.
Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, perkembangan otak yang tidak maksimal yang dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk.
Sedangkan gejala jangka panjang meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.