Wahananews-Papua Barat | Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak gelar Pertemuan Publikasi Stunting Tingkat Kabupaten Fakfak di Aula Multipurpose RRI Fakfak, pada Senin 19 September 2022.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Fakfak, Husein Buyung, SE menyampaikan materi tujuan dan sasaran percepatan penurunan stunting di Kabupaten fakfak.
Baca Juga:
PT Sumber Alfaria Trijaya Targetkan Penurunan Stunting di 24 Kabupaten/Kota dengan Program Telur
Banyak masyarakat belum memahami istilah yang disebut stunting.
Definisi Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis akibat infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang badan atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Hal ini sesuai dengan yang ditetapkan oleh menteri yang melaksanakan urusan pemerintah bidang kesehatan atau yang tertuang dalam PerPres No: 72 Tahun 2021
Baca Juga:
Penjabat Bupati Gorontalo Utara Apresiasi Kinerja Kepala Desa dalam Membangun Desa
Lebih spesifik lagi yaitu kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Demikian disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Fakfak, Husein Buyung, SE dalam materinya pada acara pertemuan publikasi Stunting tersebut.
Menurutnya, kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya,, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
“Itu hal yang keliru, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan", kata Husein.
Stunting merupakan masalah yang bisa dicegah, tambahnya.
Fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting yang bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
“Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih,”ujarnya.
Masalah stunting banyak diipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.
Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur.
“Stunting juga dapat dipengaruhi dari segi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita, ungkapnya.
Sementara, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Kabupaten Fakfak, Dewi KH Kunde, SKM, MM. Kes dalam penyampaian materi mengatakan stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
“Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 24,4% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%),”ujar Dewi sapaan akrabnya.
Tahun 2015, sebut Dewi, Indonesia tertinggi ke-2 dibawah Laos untuk jumlah anak stunting. Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta atau 37 persen balita Indonesia mengalami stunting (kerdil).
Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara lain status gizi ibu, tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori.
Juga pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi di awal kehidupan seorang anak.
Selain faktor lingkungan, juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal. Akan tetapi, sebagian besar perawakan pendek disebabkan oleh malnutrisi, ujar Dewi.
Menurut pemateri Stunting Dewi, jika gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang.
Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, perkembangan otak yang tidak maksimal yang dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk.
Sedangkan gejala jangka panjang meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.
“Percepatan Penurunan Stunting ditetapkan Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang bertujuan untuk Menurunkan Prevalensi Stunting, Meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, Menjamin pemenuhan asupan gizi, Memperbaiki pola asuh, Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan Meningkatkan akses air minum dan sanitasi,” terang Dewi.
Disebutkannya, kelompok sasaran pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting meliputi, Remaja, Calon Pengantin, Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Anak berusia 0 – 59 bulan.
“Pilar dalam Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting meliputi, peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa,” tambahnya.
Dalam upaya percepatan penurunan Stunting, kata Dewi diperlukan adanya Konvergensi Multi Sektor untuk Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting dengan memberikan Intervensi Spesifik dan Sensitif melalui 8 Aksi Konvergensi sebagai upaya Manajerial penurunan Stunting.
Pengukuran dan Publikasi Stunting (Aksi 7) merupakan suatu langkah penting yang harus dilakukan pemerintah kabupaten/kota adalah upaya kabupaten untuk memperoleh data prevalensi stunting terkini pada skala pelayanan puskesmas, kampung, Distrik hingga kabupaten.
“Hasil pengukuran tinggi badan anak dibawah lima tahun serta Publikasi Angka Stunting digunakan untuk memperkuat komitmen pemerintah dan masyarakat dalam gerakan bersama penurunan Stunting", Kepala seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Dewi KH Kunde mengakhiri. [hot]