WahanaNews-Papua Barat | Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023 masih menjadi instrumen yang menjawab tantangan dari yang sebelumnya disebabkan oleh pandemi Covid-19 menjadi risiko global.
Risiko global yang dimaksud yakni terjadinya lonjakan inflasi akibat kenaikan harga barang seperti pangan dan energi karena terjadinya disrupsi supply.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
“Ini menyebabkan disrupsinya menjadi sangat eksesif sehingga terjadilah inflasi yang melonjak pada barang-barang atau permintaan mulai meningkat dengan proses pemulihan ekonomi,” ungkap Menkeu pada Rapat Kerja Komite IV Dewan Perwakilan Daerah dikutip dari laman Kemenkeu, Jumat (26/08).
Lebih lanjut Menkeu mengatakan, Pemerintah terus mewaspadai lingkungan global ini yang bahkan IMF telah menurunkan proyeksi ekonomi dunia dengan kombinasi yang sangat tidak baik yaitu pertumbuhan ekonominya di revisi ke bawah dan inflasi di revisi ke atas.
Pada tahun 2023, proyeksi negara maju yaitu 6,6% dengan pertumbuhan ekonomi 1,4%, sedangkan pada negara berkembang proyeksi inflasi diperkirakan 9,5% dengan pertumbuhan ekonomi 3,9%.
Baca Juga:
Hadiri Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024, Menkeu: Awal Sinergi yang Baik
“Inilah kondisi yang harus kita waspadai memasuki tahun 2023, dimana kita harus mendesain APBN 2023 dengan hati-hati. Meskipun Indonesia tadi telah saya sampaikan telah mencapai precovid level dengan pertumbuhan momentumnya masih menguat, bahkan kuartal kedua kemarin momentum recoverynya sangat impresif di 5,44% dan inflasi masih dijaga di level di bawah 5%, namun kita tidak boleh dalam hal ini terlena,” tandas Menkeu.
Oleh karena itu mengingat APBN Tahun 2023 akan tetap menjadi instrumen yang menentukan, Menkeu mengatakan tema APBN 2023 yaitu optimis dan tetap waspada.
Optimis karena di satu sisi pemulihan ekonomi kuartal I dan II 2022 di atas 5%, inflasi masih relatif terjaga, dan pemulihan di berbagai sektor cukup merata, namun kewaspadaan menjadi sangat tinggi karena syok yang muncul akibat disrupsi global ini sangat besar dan penyebabnya karena kondisi geopolitik yang tidak selesai dalam waktu dekat.