Wahananews-Papua Barat | Dua minggu terakhir, cukup ramai pemberitaan kegiatan konsultasi publik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat (Ranperda) tentang penetapan dan pengelolaan terpadu bentang alam Mahkota Permata Tanah Papua (MPTP). Istilah ‘Mahkota Permata Tanah Papua’ merupakan istilah yang sangat baru.
MPTP ini bahkan tidak pernah tercatat dan dikenal dalam sejarah sebagai sebuah nama kawasan di Tanah Papua.
Baca Juga:
Aktivis HAM Esra Mandosir Meninggal Dunia, LP3BH Manokwari Sebut Kematiannya Diduga Tidak Wajar
Berdasarkan penelusuran, istilah tersebut baru digunakan oleh salah satu lembaga luar negeri dengan misi konservasi terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat. Tentunya istilah ini terdengar begitu asing bagi masyarakat adat.
"Kenapa istilah ini muncul dan diadopsi oleh Pemerintah Daerah? Apa yang menjadi latar belakang sehingga istilah ini diadopsi dan bakal ditetapkan sebagai sebuah kawasan? Pertanyaan ini penting untuk dijawab oleh Pemerintah Daerah selaku inisiator", disampaikan Damianus Walilo mewakili Perkumpulan Oase dalam rilis WahanaNews terima, Kamis, (13/7/23).
Tanggal 27 Juni 2023 telah dilakukan konsultasi publik yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Papua Barat. Kegiatan tersebut juga didukung oleh beberapa organisasi masyarakat sipil yang sebagian besar berkantor di Jakarta.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
Perlu diketahui bahwa konsultasi publik adalah kegiatan yang dilakukan untuk menerima masukan, tanggapan, atau pandangan dari masyarakat dalam rangka menciptakan peraturan perundang-undangan yang berkualitas (Permenkumham Nomor 11 Tahun 2021).
Berdasarkan definisi di atas, masyarakat wajib dilibatkan dalam tahapan konsultasi publik. Masyarakat yang dimaksud adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang dituju untuk didengar dan diperhatikan kepentingan maupun aspirasinya.
Dalam hal ini yang berperan sebagai pihak pemangku kepentingan utama dan pihak yang terkena dampak peraturan perundang-undangan adalah komunitas masyarakat adat yang tinggal di Provinsi Papua Barat.
Apakah konsultasi publik yang sudah diselenggarakan ini mewakili suara masyarakat adat?
Sebuah kawasan tidak dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah tanpa dasar hukum yang cukup kuat. Terdapat tahapan tahapan yang harus dilalui untuk mencapai sebuah penetapan.
Dalam proses tersebut terdapat hak masyarakat adat yang harus didengar. Mereka wajib berpartisipasi menentukan apakah kawasan ini dapat diberikan persetujuan atau tidak untuk ditetapkan sebagai kawasan MPTP.
Menurut Risdianto, dari Perkumpulan Perdu, berdasarkan hasil analisis spasial masyarakat sipil, teridentifikasi adanya tumpang tindih antara kawasan MPTP dan wilayah suku.
"Terdapat tujuh suku yang wilayahnya tumpang tindih dengan kawasan MPTP," terang Risdianto.
Berdasar hasil telaah Sulfianto Alias dari Perkumpulan Panah Papua terhadap substansi Ranperda, kawasan MPTP secara langsung ditetapkan oleh Gubernur Papua barat dengan luasan 2.314.636,11 Hektar.
Hasil telaah ini memunculkan pertanyaan bahwa produk hukum yang didorong apakah bersifat penetapan ataukah bersifat pengaturan? Ditinjau dari jenis produk hukum, produk hukum yang bersifat penetapan bukan merupakan peraturan perundang undangan.
Bentuk produk hukum penetapan dapat berupa keputusan, keputusan bersama, surat edaran, instruksi, pedoman dan lain sebagainya. Melihat produk hukum yang disusun Pemerintah Daerah Provisi Papua Barat adalah Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi), maka terdapat ketidaksesuaian jenis produk hukum yang didorong.
Produk hukum masih mencampuradukkan produk hukum yang bersifat pengaturan dan produk hukum yang bersifat penetapan. Model ini membuat produk legislasi menjadi semu.
Bahkan Perdasi Nomor 3 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat belum cukup kuat sebagai aspek yuridis dalam rancangan peraturan daerah.
Perlu diketahui bahwa Kawasan Strategis Provinsi Kawasan Mahkota Permata Tanah Papua bukan merupakan kawasan yang ditetapkan melalui Perdasi ini. Kawasan ini masih sebatas salah satu rencana dari beberapa kawasan strategis provinsi lainnya.
"Perlu publik ketahui bahwa yang dimaksud dengan penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sebuah kawasan dikatakan telah ditetapkan apabila memiliki dasar hukum ketetapan terhadap suatu kawasan tersebut. Merujuk pada pengertian Kawasan Strategis Provinsi, merupakan bagian wilayah provinsi yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi, baik di bidang ekonomi, sosial budaya, dan/atau lingkungan," tegas Alias.
Menurut Sena Bagus, Direktur Mnukwar Papua bahwa terdapat empat organisasi masyarakat sipil Papua yang bersikap menolak proses pembuatan Ranperda Penetapan dan Pengelolaan MPTP tanpa melibatkan masyarakat adat. Organisasi masyarakat sipil tersebut adalah Perkumpulan Panah Papua, Perdu, Mnukwar dan Perkumpulan Oase. Sedangkan pada tingkat basis, sudah ada lima komunitas masyarakat adat atau pemuda adat yang menolak proses pembuatan Peraturan daerah ini jika dilakukan tanpa melibatkan masyarakat adat.
Sudah saatnya pemerintah daerah provinsi memikirkan kembali inisiatif ini. Terdapat rekomendasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya;
1. Memberikan jawaban kepada publik, apa yang melatarbelakangi sehingga istilah MPTP diadopsi dan bakal ditetapkan sebagai sebuah kawasan.
2. Memikirkan sebuah proses atau tahapan yang melibatkan masyarakat adat. Penetapan kawasan sepihak tanpa proses partisipatif di lapangan justru berpotensi timbulnya konflik di lapangan
3. Melihat kembali produk hukum daerah yang akan didorong, baik produk hukum daerah yang bersifat penetapan maupun produk hukum yang bersifat pengaturan. [hot]