WahanaNews-Papua Barat | Dalam sejarah peristiwa Wasior Berdarah Juni-Juli 2001, terdapat sebuah kasus dugaan penganiayaan berat dan pembunuhan berencana terhadap korban Daniel Yairus Ramar, seorang guru SD YPK Wondamawi I.
Dia diduga disiksa hingga meregang nyawa di Satuan Reserse Kriminal Polres Manokwari. Sesungguhnya berdasarkan hasil temuan penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI), Ramar diduga sudah mengalami penyiksaan saat ditahan sementara di Polres Serui sebelum di kirim untuk diperiksa di Manokwari.
Baca Juga:
Ini 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Diakui Presiden Jokowi
Ramar dikirim dari Polres Serui ke Manokwari menumpang kapal laut KM. Umsini pada tanggal 17 Juli 2001 dan kemudian dalam posisi diborgol, Ramar dibawa oleh anggota Polres Manokwari menuju ke Polres Manokwari dan kemudian sempat mengalami pemukulan oleh beberapa anggota Brimob dan Polisi sebelum dimasukkan ke dalam Sel.
Ada saksi melihat kalau Ramar ketika sudah ada di dalam selnya, pada hari Rabu,18 Juni 2001, sekitar pukul 18:30 Wit, ada 5 (lima) orang oknum anggota Brimob masuk dan memukul Ramar di dalam selnya, padahal posisi korban sedang diborgol tangannya menyatu dengan terali besi sel.
Pada Kamis, 19 Juni 2001, ada saksi melihat sejumlah anggota Brimob dan Polisi masuk ke dalam sel Ramar dan menyiksanya lagi. Lalu sekitar pukul 20:30 Wit Ramar di bawa keluar dari ruang tahanan oleh 2 (dua) orang anggota polisi berpakaian dinas untuk diperiksa di ruang pemeriksaan.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Diharapkan Memberi Perhatian Khusus Sejumlah Dugaan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Tanah Papua
30 menit kemudian para tahanan di ruang tahanan mendengar rintihan kesakitan Ramar dari ruang pemeriksaan. Sekitar pukul 01:00 Wit dinihari, Jum'at 20 Juli 2001, Ramar dibawa masuk oleh 4 (empat) orang anggota polisi berpakaian preman dalam kondisi badan bengkak dan kotor.
Saat itu lampu ruangan dalam keadaan dipadamkan. Setelah korban Ramar dimasukkan ke dalam selnya, keempat anggota polisi tersebut mengunci sel dan meninggalkannya dalam kondisi kesakitan.
Selanjutnya, sekitar pukul 05:00 Wit, ada saksi melihat Ramar diangkat tubuhnya oleh sekitar 6 (enam) anggota polisi berpakaian preman dan 4 (empat) orang polisi berpakaian dinas.
Mereka mengangkat tubuh Ramar dari dalam sel ke atas sebuah mobil patroli yang diparkir di depan pintu ruang tahanan untuk selanjutnya dibawa meninggalkan tahanan.
Pada hari Jum'at, 20 Juli 2001, seorang petugas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Manokwari memberitahukan kepada Zadrak Manupapami (kakak korban) yang tinggal di Sanggeng-Manokwari bahwa Daniel Yairus Ramar telah meninggal dunia dan jenasahnya berada di kamar jenasah RSUD Manokwari.
Pada wajah korban dan kepalanya terdapat lebam hingga wajahnya sulit dikenali. Terdapat segumpal kapas menempel di bagian belakang kepalanya yang masih mengeluarkan darah segar. Bagaian belakang tubuh dan dada kiri korban terdapat luka memar.
Demikian rentetan peristiwa Wasior berdarah yang disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy,SH kepada Papua-Barat.WahanaNews.co pada Selasa (25/10).
“Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia saya menduga Satuan Reserse Kriminal (Sat. Reskrim) Polres Manokwari yang saat itu dipimpin AKP Arif Satrio tidak menerapkan secara benar dan tepat amanat UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sangat memberi perlindungan hukum kepada setiap orang yang disangka terlibat sesuatu tindak pidana”, ujar Warinussy.
Lanjut Warinussy, kendatipun saat itu AKP Satrio sempat beralibi bahwa korban sudah datang dalam keadaan sakit sewaktu diserahkan ke Polres Manokwari.
Namun alibi Satrio dapat dipatahkan dengan bukti keterangan saksi yang bersebelahan sel dengan Ramar dan melihat kondisi korban yang masuk sel dalam keadaan segar bugar dan meninggalkan sel walau dalam keadaan habis disiksa, tapi masih bisa berjalan keluar sel diikuti anggota polisi yang menjemputnya.
Kemudian saat dikembalikan ke dalam sel pada dinihari tanggal 20 Juli 2001, korban dalam keadaan digotong tubuhnya oleh 4 (empat) orang anggota polisi berpakaian preman.
Juga Kapolres Manokwari saat itu AKBP Bambang Budi Santoso mengatakan bahwa berdasarkan hasil Visum Et Repertum, kematian korban akibat benturan benda tumpul.
Dengan demikian saya sebagai Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari mendesak Komnas HAM RI untuk segera melimpahkan berkas perkara peristiwa pelanggaran HAM yang Berat Wasior 2001 kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia, terang Warinussy.
Ini menjadi alasan penting bagi Jaksa Agung RI untuk dapat segera menerima pelimpahan perkara Wasior berdarah dan membentuk tim Penyelidik guna memulai penyidikan atas peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran HAM berat tersebut menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, demikian Yan Christian Warinussy. [hot]