WahanaNews-Papua Barat | Penasihat Hukum dari 3 (tiga) orang tersangka Makar 19 Oktober 2022 di Manokwari mempertanyakan inisiatif dan keinginan sepihak Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Manokwari Teguh Suhendro, SH, M.Hum yang hendak memindahkan tempat persidangan ketiga kliennya yaitu Hellezvred Bezaliel Soleman Waropen, Andreas Sanggenafa, dan Kostan Karlos Bonai dari Manokwari ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar Kelas I A.
Hal ini disampaikan Yan Christian Warinussy, SH selaku koordinator Penasihat Hukum ketiga tersangka makar di Manokwari, Senin (20/2/2023).
Baca Juga:
"JPU Banding Vonis Tiga Terpidana Makar Manokwari", Penasihat Hukum Minta Relaas Pemberitahuan Permohonan Banding
Jadi pertanyaan, Kajari Manokwari melalui Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Dr. Hardiansyah, SH, MH mengatakan ada fatwa terkait pemindahan tempat persidangan.
"Fatwa tersebut dari Mahkamah Agung (MA) atau dari mana? Sebab sesungguhnya jika fatwa yang dimaksud berasal dari MA, maka sifat fatwa MA itu berbentuk dan berupa pendapat hukum MA yang tidak mengikat", kata Warinussy.
Fatwa itu bukanlah suatu keputusan maupun peraturan. Sebab fatwa MA hanya berisi pendapat hukum MA yang diberikan atas permintaan lembaga negara semisal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Baca Juga:
Tiga Terdakwa Pidana Makar "Manokwari" Divonis 2 Tahun Penjara
Landasan hukumnya terdapat di dalam pasal 79 dari Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA.
"Saya perlu menyampaikan kepada saudara Kajari Manokwari bahwa fatwa MA itu tidak mengikat dan tidak mempunyai mekanisme apa-apa agar dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berperkara," ujar Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari ini.
Termasuk dalam perkara yang menjerat ketiga kliennya yang diduga melakukan perbuatan Pidana Makar saat menggelar acara doa dan ibadah dalam rangka memperingati 10 tahun berdirinya Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) pada Rabu, 19 Oktober 2022 di Jalan Bali No.15 Kampung Ambon Atas, Manokwari, Provinsi Papua Barat.
Fatwa MA juga bukan putusan pengadilan, sebab itu kekuatan hukumnya hanya bersifat etik semata-mata. Menurut kami semestinya dipahami oleh Saudara Kejari Manokwari dan dapat disupervisi dengan baik oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat, sehingga tidak terjadi penegakan hukum yang sesat bahkan cenderung diskriminiatif atau rasis terhadap Orang Asli Papua (OAP) diatas tanah airnya sendiri, pungkas Warinussy.
"Kami mendesak Kajari Manokwari agar setelah menerima proses tahap dua ketiga klien kami tersebut pada Kamis (16/2), segera dapat melimpahkan berkas perkara lengkap dengan barang buktinya ke Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I B untuk disidangkan dan memperoleh kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat di Tanah Papua, khususnya di Manokwari dan Provinsi Papua Barat," demikian Yan Christian Warinussy. [hot]