PLN membangun sistem digital pengelolaan batu bara terintegrasi, sehingga batu bara kini termonitor secara real time.
Langkah pengawasan dilakukan tidak hanya melalui fisik di lapangan tetapi juga dengan integrasi sistem monitoring digital.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
“Kami Integrasikan sistem digital PLN dengan sistem digital Ditjen Minerba, sehingga dapat dilakukan corrective action secara cepat, tepat, dan terukur,” tambah Darmawan.
Darmawan juga menyampaikan, pihaknya telah dan terus melakukan pemantauan terhadap ketersediaan pasokan energi primer di seluruh pembangkit listrik.
"Kami telah cek pasokan energi primer di seluruh Indonesia, semua dalam kondisi cukup. Di bagian barat, kami cek PLTU Nagan Raya, ketersediaan batu bara cukup untuk 21 HOP. Di bagian tengah, di Pulau Kalimantan, PLTU Ketapang batu bara cukup untuk 21 HOP. Di bagian timur, di NTT ada PLTU Ropa, batu bara cukup untuk 26 HOP.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Di Papua ada PLTU Holtekamp, batu baranya bahkan cukup untuk 98 HOP," ucap Darmawan
Secara khusus, Darmawan juga memastikan ketersediaan energi primer untuk pembangkit di Pulau Jawa dalam kondisi cukup.
“Untuk pulau Jawa, di bagian barat, kemarin kami cek PLTU Suralaya, ketersediaan batu bara cukup, HOPnya lebih dari 28 Hari.