Masyarakat sipil dan pers benar diundang untuk memberikan masukan dan kritik. Namun partisipasi masyarakat dalam hal ini hanya formalitas. Hanya menjadi legitimasi bagi DPR dan Pemerintah untuk mengesahkan KUHP tersebut.
Faktanya, keberatan dan kritik masyarakat tidak benar-benar didengarkan dan digunakan untuk memperbaiki RKUHP.
Baca Juga:
Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat Terima Audiensi Pokja PWI, Siap Kolaborasi Perkuat Kinerja
KUHP baru jelas telah mengesampingkan pelembagaan kemerdekaan pers dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Terdapat banyak pasal KUHP baru yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers.
Lebih dari itu, PWI melihat KUHP baru memberi ancaman terhadap demokrasi, kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, dan berkeyakinan, serta upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca Juga:
PWI Jaya Awards Bakal Dipisah dari MHT Awards, Siap Jadi Ikon Baru Pers Jakarta
Berikut pasal-pasal bermasalah dalam KUHP baru:
1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.