Saat ini industri hulu migas sudah melakukan sejumlah inisiatif untuk mengurangi emisi karbon, misalnya meningkatkan efisiensi energi, mengurangi emisi metana, meminimalkan flare gas hingga zero flaring dan pekerjaan untuk implementasi carbon capture, utilization, and storage (CCUS). Beberapa inisiatif untuk CCUS sudah berprogres, misalnya Ubadari di Tangguh dan next Abadi Masela. Di industri hulu migas sebenarnya CCUS sudah lama diterapkan di lapangan minyak Indonesia untuk EOR CO2 flooding seperti di lapangan Sukowati dan untuk pressure maintenance di lapangan Banyu Urip Exxon Mobil Cepu.
Ditambahkannya, Indonesia memiliki potensi penyimpanan karbon yang sangat besar. Secara regulasi pun sudah sangat mendukung, termasuk di industri hulu migas.
Baca Juga:
Sumur Minyak Tua Sudah 6 Tahun Mati, “Meledak” Produksi 1.097 BOPD di Laut Jawa
“SKK Migas sudah menerbitkan Pedoman Tata Kerja (PTK) memberikan panduan yang jelas bagi proyek CCS dan CCUS di sektor hulu minyak dan gas Indonesia. Dokumen ini menjadi acuan bagi Kontraktor KKS dalam perencanaan, evaluasi, pelaksanaan, pemantauan, dan pelaporan, sekaligus memberikan kewenangan kepada SKK Migas untuk mengevaluasi dan mengawasi proyek agar berjalan secara efisien, aman, dan akuntabel.”ujar Djoko.
Industri hulu migas tidak bisa berjalan sendiri dalam memaksimalkan potensi yang ada. “Dan meskipun iklim regulasi sudah sangat mendukung, untuk mewujudkan proyek CCS/CCUS yang nyata masih diperlukan kolaborasi yang kuat antar semua pemangku kepentingan,” pungkas Djoko.
[Redaktur: Sandy/Rls-SKK Migas]