Lebi lanjut Saiful amam menambahkan, Jaksa juga tidak dapat membuktikan adanya niat jahat (mens rea) dan adanya perbuatan pidana (actus reus) dari terdakwa.
"Dimana berdasarkan fakta persidangan terdakwa mendapatkan honorarium sebesar total Rp9 miliar adalah berdasarkan pada perjanjian jasa hukum antara Lim Siang Huat dan PT. Active Merine Industries dengan terdakwa," ungkapnya.
Baca Juga:
Menko Airlangga Ingatkan agar Koperasi Utamakan Anak Muda dan Digitalisasi
Ia menegaskan, pembayaran Rp 9 miliar tersebut merupakan hak terdakwa atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan perjanjian hukum.
Saiful Anam mengungkapkan, Jaksa dinilai tidak berhasil menghadirkan saksi-saksi yang menyatakan bahwa terdakwa telah melakukan pencurian.
Saksi-saksi yang dihadirkan, menurut Saiful Anam, hanya bersifat imaginer dan hanya keterangan sepihak dari Lim Siew Lan, tanpa didukung dengan fakta-fakta yang meyakinkan bagi terdakwa telah memiliki niat jahat dan adanya perbuatan pidana untuk mendapatkan honorarium.
Baca Juga:
Bakamla RI Jemput 16 Nelayan Indonesia Yang Ditangkap Malaysia
Saiful Anam menduga, Jaksa menganggap perkara ini dengan remeh temeh. Sejak awal persidangan, Jaksa tidak dapat menghadirkan saksi korban sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP, justru yang dihadirkan adalah saksi yang bukan merupakan korban.
"Kemudian, pada saat agenda sidang menghadirkan ahli dari Jajsa, saat itu JPU tidak dapat menghadirkan ahli tersebut dan memaksakan kehendaknya agar dibacakan BAP dari saksi lain yang juga tidak dihadirkan dalam persidangan," ungkapnya.
Saiful Anam mengatakan, dengan kerendahan hati pihaknya meminta kepada majelis hakim berkenan memutuskan bahwa terdakwa Ahmad Rustam Ritonga tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam tuntutan Jaksa dari Kejaksaan Negeri Batam.