Wahananews-Papua Barat | Dua orang wartawan atau jurnalis kembali mendapat perlakuan represif saat meliput sidang militer kasus oknum TNI tembak adik ipar di Pengadilan Negeri Manokwari.
Kedua wartawan itu adalah Safwan Ashari Jurnalis TribunPapuaBarat.com dan Hendri Sitinjak Pimpinan Redaksi Harian Tabura Pos di Manokwari.
Baca Juga:
Hari Jadi ke-73: Humas Polri Gelar Donor Darah Bareng Wartawan
Kejadian tidak terpuji itu terjadi sekira pukul 15.50 WIT, Senin (17/10/2022).
Awalnya, sidang yang sedianya akan digelar sekira pukul 08.00 WIT, namun baru dilaksanakan pukul 13.24 WIT.
Sejak dibuka, sidang oknum TNI tembak adik ipar tersebut bersifat terbuka dan tidak ada larangan dari petugas di lokasi.
Baca Juga:
Berhadiah Total Rp480 Juta, Waktu Pendaftaran PLN Journalist Award 2024 Masih Dua Pekan Lagi
Sesekali, petugas mondar mandir di samping awak media di pintu samping kiri Pengadilan Negeri Manokwari.
Sekira pukul 14.50 WIT, pimpinan sidang langsung memerintahkan panitera untuk mengecek kedua awak media yang berada di pintu samping.
Ia pun akhirnya menghampiri Pimpinan Redaksi Tabura Pos Hendri Sitinjak dan langsung meminta identitas (Id Card). Kemudian, ia pun kembali dan meminta kartu identitas (KTP) Pimpinan Redaksi Tabura Pos.
Tak hanya itu, ia pun menyuruh petugasnya untuk menghapus dokumentasi milik Hendri Sitinjak saat sidang berlangsung.
Selanjutnya, ia meminta stafnya untuk memanggil Jurnalis TribunPapuaBarat.com Safwan Ashari, dengan tujuan meminta alat kerjanya.
Selang beberapa waktu kemudian, Safwan pun menuju ke petugas tersebut. Kemudian ia meminta alat kerja milik Safwan untuk diperiksa.
Tak hanya memeriksa, petugas itu juga langsung menghapus dokumentasi yang berkaitan dengan pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Manokwari.
Petugas yang tak diketahui identitasnya itu langsung menyampaikan perihal aturan yang ada didalam internal pengadilan militer kepada kedua wartawan.
Menyikapi kejadian tersebut, Ketua PWI Papua Barat, Bustam, sangat menyayangkan kejadian tersebut dan menegaskan bahwa tindakan tersebut telah menghalangi tugas jurnalis.
"Kita menyayangkan kejadian ini. Tugas kami (wartawan) hanya menjalankan tugas dan kewajiban jurnalistik. Kami bekerja sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Aksi itu jelas merupakan upaya menghalang-halangi wartawan untuk melaksanakan tugas profesional, sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40/1999 pasal 18. Berdasarkan pasal 18 ayat 1, barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat dan atau menghalangi tugas jurnalis, bisa dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta," terang Bustam. [Hot]