PAPUA-BARAT.WAHANANEWS.CO, Manokwari - Jaringan Damai Papua (JDP) sebagai pihak yang senantiasa melibatkan diri dalam upaya membangun Papua Tanah Damai, memandang perlu memberi catatan atas situasi sosial yang terjadi saat ini di Tanah Papua dan Indonesia.
Juga memberikan catatan terkait dengan ide dasar untuk membangun Papua Tanah Damai.
Baca Juga:
Jaringan Damai Papua (JDP) Memandang Penting Adanya Pendekatan Kemanusiaan di Moskona Barat Kabupaten Bintuni
Demikian disampaikan Juru bicara Jaringan Damai Papua (JDP) Yan Christian Warinussy dalam keterangan tertulisnya kepada WAHANANEWS.CO Papua Barat, Selasa (2/9/2025).
Kata Warinussy dalam rekomendasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengenai penyelesaian konflik di Tanah Papua.
LIPI ketika itu melalui hasil riset yang dilakukan terhadap konflik dan upaya mediasi, telah menemukan 4 (empat) akar masalah di Tanah Papua dan cara pemecahannya.
Baca Juga:
Meninggalnya Aktivis HAM Papua Yones Douw, Yan Christian Warinussy: "Mengejutkan Jaringan Damai Papua dan LP3BH Manokwari"
Keempat akar masalah itu adalah: pertama, masalah marjinalisasi dan efek diskriminatif terhadap Orang Asli Papua (OAP). Hal mana disebabkan oleh pembangunan ekonomi, konflik politik dan migrasi massal ke Papua sejak tahun 1970.
Tawaran solusinya adalah kebijakan afirmatif rekoqnisi perlu dikembangkan untuk pemberdayaan Orang Asli Papua.
Akar masalah kedua adalah kegagalan pembangunan terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat.
Solusinya, diperlukan semacam paradigma baru pembangunan yang berfokus pada perbaikan pelayanan publik demi kesejahteraan Orang Asli Papua di kampung-kampung.
Sementara isu ketiga adalah adanya kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Jakarta.
Masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan dialog seperti yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk Aceh.
Sedangkan isu keempat adalah pertanggung jawaban atas kekerasan negara di masa lalu terhadap warga negara Indonesia di Papua.
Jalan rekonsiliasi diantara Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dan pengungkapan kebenaran adalah pilihan -pilihan untuk penegakan hukum dan keadilan bagi Papua, terutama keluarganya dan warga Indonesia di Papua secara umum.
Sambungnya, berkenaan dengan itu langkah penyelesaian terhadap isu ketiga dan isu keempat hingga dewasa ini sama sekali belum nampak jelas.
Jadi JDP mendesak Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk segera mengimplementasikan penyelesaian masalah perbedaan pandangan mengenai sejarah integrasi politik Papua.
Jalan pengungkapan kebenaran melalui pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai diamanatkan di dalam Pasal 46 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi agenda mendesak saat ini.
Selain itu, tantangan bagi didirikannya Pengadilan HAM di Tanah Papua menjadi agenda berikut yang mendesak, yaitu untuk menyelesaikan soal kekerasan negara di masa lalu dan juga kini terhadap Orang Asli Papua.
Akhirnya desakan segera dilakukannya persiapan dialog Papua - Jakarta dalam akhir tahun 2025 dan atau di awal tahun 2026 sangat urgen dan mendesak.
"Alternatif pemikiran untuk melakukan evaluasi total terhadap pemberlakukan kebijakan otonomi khusus bagi Tanah Papua penting untuk dilakukan demi membuat peta jalan penyelesaian terhadap konflik di Tanah Papua yang telah berusia lebih dari 50 tahun ini," demikian Jubir JDP Yan Christian Warinussy.
[Redaktur: Sandy]