Papua-Barat.WahanaNews.co, Raja Ampat - Baru-baru ini, ada sekitar delapan tambang yang diketahui telah mengantingi izin eksplorasi di Kabupaten Raja Ampat. Hal tersebut sebelumnya telah disampaikan langsung oleh Sekda Raja Ampat, Drs Yusuf Salim beberapa waktu, lalu dilansir salah satu media online.
Usai membeberkan delapan izin perusahaan pertambangan tersebut, dalam kurung waktu yang tidak lama, PT RAIMON MULIA PERKASA melakukan survei dan pengambilan sample pada bulan september lalu di Kampung Manyaifun, Distrik Waigeo Barat Kepulauan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Baca Juga:
Dewan Adat Sub Suku Usba Terbitkan Buku Rekonstruksi Sejarah Sub Suku Usba di Raja Ampat
Ronisel Mambrasar, pemuda Kampung Manyaifun lantas angkat bicara dan mempertanyakan kehadiran perusahaan pertambangan yang dinilai di biarkan melakukan eksplorasi di daerah konservasi laut dan hutan tersebut.
Bukan hanya mengancam kelestarian alam, Ronisel juga mengatakan, kehadiran tambang juga berpotensi mengancam tatanan kehidupan masyarakat adat yang telah lama dijaga beserta budaya dan adat istiadat yang ada.
"Baru saja melakukan survei, kami sesama masyarakat sudah bentrok karena ada oknum-oknum yang tunggal untuk kepentingan perusahaan," kata Ronisel, dikutip Minggu (10/11/2024).
Baca Juga:
Menakar Kompetensi Charles Adrian Michael Imbir, Calon Bupati Raja Ampat 2024-2029
Parahnya lanjut Ronisel, perusahaan tersebut diduga dimuluskan oleh Feliks Ayelo yang notabene bukan penduduk asli Kampung Manyaifun yang mengkalim dirinya merupakan pemilik Hak Tanah Adat.
Ronisel menduga, ada sebagian masyarakat Kampung Manyaifun yang juga turut dikondisikan oleh pihak perusahaan untuk memuluskan keinginannya untuk melakukan eksplorasi tambang nikel kampung.
"Perusahan ini masuk tanpa sepengetahuan kami masyarakat Kampung Manyaifun. Yang bawa datang perusahaan juga bukan orang asli atau pemilik tanah adat disini, lalu sebagian masyarakat disini juga malah turut mendukung perusahan," ungkapnya.
Ronisel menyayangkan sikap yang diambil sebagian masyarakat Kampung Manyaifun untuk turut mendukung perusahaan. Sehingga dirinya Menjadi Korban penganiayaan akibat menolak kehadiran perusahaan yang dinilai mengancam hutan dan laut di wilayah tersebut.
"Mirisnya ada sebagian orang yang dukung perusahaan, padahal tidak sadar bahwa dampak buruk dari tambang itu sangat besar. Contohnya nyata, pada saat pertemuan kemarin saja saya jadi korban pemukulan dari pihak yang mendukung perusahaan gara-gara saya ajukan protes penolakan," ucapnya.
Dari kejadian tersebut, Ronisel Mabrasar meminta perhatian seluruh pemangku kepentingan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat agar serius untuk menyikapi persoalan tambang di Raja Ampat.
"Saya sangat berharap Pemda sikap masalah tambang dengan serius, dampak dari kehadiran perusahaan pertambangan ini sangat besar. Laut dan hutan akan jadi korban. Bukan itu saja, masyarakat juga akan ada perselisihan," urai Ronisel.
Lebih lanjut, Ronisel menjelaskan bahwasanya alasan dirinya menolak kehadiran PT Raimon Mulia Perkasa karena Hak Kepemilikan Adat sesungguhnya bukan hanya masyarakat Kampung Manyaifun itu sendiri, melainkan ada sebagian keluarga dari kampung lain yang juga memiliki hak di Pulau Besar tersebut.
"Ini harus dibicarakan baik, pulau ini bukan hanya satu atau dua orang saja yang punya hak. Ada keluarga-keluarga kita di kampung lain juga. Ada yang di Mutus, ada yang di Meosmanggara sehingga harus duduk bersama. Apakah mereka juga mau atau tidak," jelas Ronisel.
Olehnya, Ronisel meminta perhatian pemda dalam hal ini Pemkab Raja Ampat. Apalagi, Raja Ampat merupakan salah satu tujuan destinasi wisata didunia, sehingga perlu adanya kajian akan dampaknya limbah terhadap sektor pariwisata.
Mengingat kata Ronisel, wilayah tersebut juga merupakan salah satu tujuan wisata bawah laut yang menjadi favorit wisatawan mancanegara.
[Redaktur: Hotbert Purba]