Dikatakan Suhardiman, syarat diterbitkannya Perppu oleh presiden adalah adanya kegentingan, keadaan yang mendesak (overmach) dan kekosongan hukum.
Dari ketiga syarat tersebut tidak ada satupun yang terpenuhi, karena tidak ada kegentingan, tidak ada keadaan yang memaksa dan tidak ada kekosongan hukum.
Baca Juga:
Tolak Perppu Cipta Kerja, 2000 Buruh Demo di Depan MK dan Istana Negara
"Untuk memperbaiki Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih ada waktu sampai dengan tanggal 25 November 2023," ungkapnya.
Masih menurut Suhardiman, pemerintah dan DPR RI sebetulnya sudah memulai arah perbaikan UU Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sebagaimana yang diperintahkan dalam putusan MK.
Pembuat Undang-undang (pemerintah dan DPR RI) beberapa waktu lalu telah membahas untuk merevisi dan kemudian mengesahkan UU Nomor 13 tahun 2022 yang merupakan perubahan kedua dari UU Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disalah satu pasal UU No. 13 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Baca Juga:
Jokowi Diultimatum Cabut Perppu Ciptaker dalam Waktu Tujuh Hari
Setelah Bagian Keenam Bab IV ditambahkan I (satu) bagian, yakni Bagian Ketujuh sehingga berbunyi sebagai berikut : Bagian Ketujuh Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus.
Di antara Pasal 42 dan Pasal 43 disisipkan I (satu) pasal, yakni Pasal 42A. Sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 42A Penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan menyatakan bahwa pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi.
Dengan demikian, lanjut Suhardiman, perbaikan sebagaimana diperintahkan dalam putusan MK tersebut sebetulnya sudah dimulai.