WahanaNews-Papua Barat | Pakar hukum Dr Cecep Suhardiman menilai, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja melanggar Undang-undang.
Menurutnya, putusan Mahkamah Konstitusi alias MK untuk melakukan perbaikan atas Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja harus dilaksanakan sesuai mekanisme pembahasan perundang-undangan.
Baca Juga:
Tolak Perppu Cipta Kerja, 2000 Buruh Demo di Depan MK dan Istana Negara
"Bukan malah Presiden menerbitkan Perppu Nomor 2 tahun 2022. Itu jelas keliru," ujar Cecep, Rabu 11 Januari 2022.
Dijelaskan dosen pasca sarjana Ilmu Hukum UTA’ 45 Jakarta ini, MK sebagai lembaga yang diberikan kewenangan dalam kekuasaan kehakiman (lembaga Peradilan) berlaku asas “res judicata pro veritate habetur".
Artinya, putusan hakim harus dianggap benar sebelum ada putusan yang menyatakan sebaliknya. Dimana putusan dijatuhkan, dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Baca Juga:
Jokowi Diultimatum Cabut Perppu Ciptaker dalam Waktu Tujuh Hari
"Bahwa MK dalam melakukan judicial review (uji materi) adalah menguji Undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang dasar. Sehingga secara hierarki yang diuji adalah lebih tinggi dari Undang-undang sehingga berlaku asas (lex superiori derogate lex imperiori)," jelasnya.
Kata dia, putusan MK yang mengoreksi Undang-undang yang di uji materi adalah putusan lembaga peradilan yang harus dilaksanakan. Apalagi mekanisme hukum acara di MK adalah final & binding (terakhir dan mengikat).
"Sehingga tidak ada upaya hukum, jadi harusnya tetap melaksanakan putusan MK dan bukannya menerbitkan Perppu," tegasnya.