PAPUA-BARAT.WAHANANEWS.CO, Sorong – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Papua Barat Daya menilai agenda reformasi Polri yang kembali digulirkan pemerintah pusat sarat kepentingan politik kekuasaan.
Alih-alih menguatkan supremasi sipil sebagaimana amanat konstitusi, agenda ini justru terjebak dalam pola seremonial yang tidak menyentuh akar persoalan.
Baca Juga:
Aturan Baru Disusun, Sirene dan Strobo Tak Lagi Jadi Prioritas Pengawalan
Sejak dipisahkan dari TNI pada 1999, Polri seharusnya menjalankan mandat sebagai institusi sipil yang profesional, transparan, akuntabel, dan tunduk pada prinsip demokrasi.
Namun hingga kini, praktik kekerasan berlebihan, budaya impunitas, penyalahgunaan kewenangan, serta lemahnya pengawasan publik masih menjadi wajah keseharian institusi Polri.
Pengalaman dua dekade terakhir menunjukkan bahwa berbagai tim ad hoc baik komisi reformasi, tim gabungan, maupun tim percepatan hanya berfungsi sebagai gimmick politik.
Baca Juga:
Prabowo Anugerahkan Pangkat Istimewa kepada Dua Purnawirawan
Hasilnya nihil, karena tidak pernah menyentuh aspek struktural dan legislasi.
Koalisi menegaskan, pola seperti ini tidak boleh diulang kembali karena hanya memperkuat politik pencitraan tanpa reformasi substansial.
Reformasi Polri hanya bisa berjalan melalui program legislasi yang tegas di DPR. Revisi UU Polri, penguatan mekanisme pengawasan eksternal, serta penegasan posisi Polri sebagai aparat sipil di bawah kendali supremasi sipil harus menjadi prioritas.
Tanpa kerangka hukum yang kokoh, reformasi hanya akan berhenti pada wacana.
Reformasi Polri adalah indikator demokrasi Indonesia.
Kepolisian yang tunduk pada konstitusi menjadi pondasi civil supremacy, perlindungan HAM, dan kepastian hukum yang sehat bagi masyarakat serta dunia usaha.
Jika Polri dibiarkan menjadi instrumen politik kekuasaan, maka kepercayaan publik runtuh, stabilitas sosial rapuh, dan iklim investasi terancam.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Papua Barat Daya menuntut:
Pertama, Presiden dan DPR segera memasukkan revisi UU Polri dalam Prolegnas prioritas.
Kedua, hentikan pembentukan tim/komisi ad hoc yang terbukti gagal dan hanya seremonial.
Ketiga, Reformasi Polri harus diposisikan sebagai agenda konstitusional, bukan alat transaksi politik kekuasaan.
Keempat, Pemerintah memastikan reformasi Polri berjalan seiring dengan penguatan akuntabilitas TNI, untuk menegakkan relasi sipil-militer yang sehat.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Papua Barat Daya
Angki Dimara -Ketua GmnI Sorong
Manaf Rumodar- Ketua HMI Sorong
Ilham Fadarubun- Ketua PMII Sorong
[Redaktur: Hotbert Purba]