PAPUA-BARAT.WAHANANEWS.CO, Raja Ampat - Senator DPD RI, Dapil Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor kembali menyoroti PT Gag Nikel yang telah mendapatkan kembali izin produksi oleh Kementerian ESDM.
Sebelumnya aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT Gag Nikel diberhentikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup setelah Greenpeace Indonesia mempublikasikan adanya temuan pencemaran lingkungan di sekitar Pulau Gag pada bulan Mei 2025 lalu.
Baca Juga:
Surat Terbuka DPP ASITA Tentang Ancaman Aktivitas Tambang Nikel di Kawasan Wisata Raja Ampat
Menindaklanjuti laporan Greenpeace Indonesia, pada tanggal 10 Juni 2025 Pemerintah Pusat secara resmi mencabut 4 izin Usaha Pertambangan (IUP), diantaranya PT KSM di Pulau Kawei, PT MRP di Pulau Batan Pele, PT ASP di Pulau Manuram dan PT Nurham di Yensner, termasuk pemberhentian operasi terhadap PT Gag Nikel di Pulau Gag.
Pencabutan ini dilakukan karena pelanggaran lingkungan dan legalitas, serta untuk melindungi ekosistem Raja Ampat yang merupakan kawasan konservasi laut dan darat.
Keputusan ini merupakan bagian dari upaya penertiban kawasan berbasis sumber daya alam sesuai instruksi Presiden.
Baca Juga:
Langkah Berani Prabowo: Raja Ampat Diselamatkan, Mafia Tambang Ketar-Ketir
Namun, setelah kurang lebih tiga bulan pemberhentian operasi dilakukan sejak bulan Juni, Pemerintah Pusat melalui Kementrian ESDM kembali memberikan ijin produksi kepada PT Gag Nikel untuk melakukan pertambangan di Pulau Gag.
Menyikapi hal tersebut, Senator Paul Finsen Mayor secara tegas menyoroti Kementerian ESDM karena dinilai tidak membuka ruang dialog bersama Masyarakat Papua di Raja Ampat.
PFM sapaan akrab senator asal Papua Barat Daya tersebut menyebut, tuntutan publik terhadap perusahan ekstraktif di Raja Ampat bukan hanya tentang ancaman terhadap lingkungan, melainkan penyerapan tenaga kerja yang dinilai tidak mengakomodir Orang Asli Papua (OAP) di Kabupaten Raja Ampat.
"Harusnya menteri ESDM buka ruang, duduk dan dengar keluhan masyarakat. Ini bukan soal ancaman tambang saja, tapi pemberdayaan Orang Asli Papua melalui penyerapan tenaga kerja," tegas Finsen.
Padahal, PFM menyebut, UU Otsus secara khusus memberikan kekhususan kepada OAP, termasuk dalam hal mendapatkan lapangan pekerjaan.
Ia mengatakan, sejak beroperasi pada Tahun 2018, PT Gag Nikel tidak mengakomodir OAP sebagai karyawan.
"Inikan Negara tidak adil, negara kasih UU Otsus, lalu kekhususan itu ada dimana.? Menteri ESDM juga jangan seenaknya kasih izin. Kemudian jika memang dipaksakan untuk harus beroperasi kembali karena kepentingan negara, ya kita harus bicara dulu soal tenaga kerja disana. Artinya, silahkan rekrut tenaga ahli dari luar Papua, tapi buruh kasar dan lain-lain itu rekrut Orang Papua sebagai bentuk kehadiran Negara untuk orang Papua sebagai mana UU Otonomi Khusus itu ada, apalagi ini perusahan BUMN," ujarnya.
Untuk itu sebagai perwakilan daerah di Parlemen Pusat, PFM berkomitmen untuk tetap mendesak keberpihakan Negara sebagai bentuk keadilan bagi OAP.
PFM juga akan terus berkoordinasi dengan Pemprov PBD dan Pemda setempat, tetapi juga pihak PT Gag Nikel dalam rangka mengkonsolidasikan penyerapan tenaga kerja Orang Asli Papua.
Tak hanya itu, PFM juga secara tegas mengingatkan Pemerintah Pusat dan pihak PT Gag Nikel untuk mengelola limbah secara baik dan benar sesuai kaidah pertambangan, agar tidak merusak ekosistem sekitarnya, baik darat maupun laut.
Apalagi sambung PFM, PT Gag Nikel memiliki jarak yang tidak terluka jauh dengan Pulau Pianemo yang merupakan salah satu Geopark Raja Ampat, yang merupakan salah satu minat wisatawan internasional.
[Redaktur: Hotbert Purba]