Wahananews-Papua Barat | Pendidikan merupakan bagian tak terpisahkan dari proses kehidupan manusia dan lingkungannya, sehingga hanya manusia yang bisa mengelola lingkungannya dengan baik yang akan memiliki identitas atau jatidiri.
Artinya semakin baik pengelolaan pendidikan dilaksanakan satu bangsa maka bangsa tersebut telah berencana membangun peradaban bangsanya ke arah yang lebih baik sesuai dengan tujuan negara tersebut didirikan (red - mencerdaskan kehidupan bangsa).
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Mulai Latihan Paskibraka untuk HUT RI ke-79 Tahun 2024
Demikianlah proses pendidikan politik yang dilaksanakan suatu bangsa akan berdampak positip bagi kelangsungan pembangunan politik bangsanya.
Pembangunan politik pada hakekatnya adalah upaya terencana dan berkelanjutan untuk membentuk arah perubahan manusia dalam tingkahlakunya sesuai filsafat politik bangsanya (red- Pancasila ).
Baik itu cara dan kemampuan berpikir, sikap, nilai dan kemampuan kerjanya yang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan suatu wilayah tertentu atau negara.
Baca Juga:
Tokoh Papua Ali Kabiay Mengajak Warga Hindari Provokasi dan Jaga Perdamaian
Itulah sebabnya pendididkan politik adalah alat ukur kemajuan suatu bangsa.
Secara integral masalah pendidikan sangat berkait dengan aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya (ipoleksosbud) dan kalau dikaitkan dengan politik, maka ditambahkan dengan konsep pertahanan dan keamanan karena di sana ada bentuk kedaulatan negara.
Pada sisi lain bahwa pendidikan Politik bergerak secara integral dengan masalah pemerintahan dan dinamika bangsa, baik secara infra struktur maupun supra strukturnya.
Istilah pemerintahan dalam arti luas meliputi lembaga legislatif (pembuat UU), eksekutif (pelaksana UU) dan yudikatif (penindak pelanggar UU).
Sedangkan Pemerintah dalam arti sempit lebih diarahkan pada pemahaman tentang lembaga eksekutif.
Oleh karenanya agar suatu bangsa mampu berubah ke arah yang lebih baik (cerdas), maka perlu pemerintahan yang didukung oleh manusia yang berkualitas dan cerdas ( red -SDM unggul istilah kekinian).
Dengan kecerdasannya setiap individu dalam memperoleh, mempertahankan serta menggunakan kekuasaan diharapkan sejalan dengan filsafat politik bangsa yang termuat pada Pembukaan UUD 1945.
Alinea IV ... yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (yang penyebutan 5 nilai tersebut dalam PANCASILA).
Simpulnya bahwa semua penyelesaian masalah kehidupan berbangsa dan bernegara harus mengacu pada nilai Pancasila dan norma sesuai UUD 1945.
Hal ini diperkuat dalam pembukaan UUD 1945, antara lain ditegaskan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu UUD, agar setiap WNI konsep berpikirnya terkait kehidupan demokratis yang konstitusional dan menyelesaikan masalah bangsa dalam kacamata hukum positif, jangan ada lagi pihak-pihak yang kalau menyelesaikan masalah bangsa seenaknya mendasarkan pada kepentingan pribadi, sektarian atau kelompoknya.
Pendidikan politik cermin Jatidiri Bangsa
Pentingnya pendidikan politik adalah untuk mendewasakan cara pandang suatu bangsa terhadap identitas kebangsaannya.
Dari perspektif ini terlihat bahwa pendidikan politik harus bisa membuat satu bangsa menjadi cerdas – sehingga mampu mengelola sumberdaya alam dan membangun infrastruktur dan suprastruktur kebangsaan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang semakin hari semakin berkembang.
Pembangunan itu sendiri dalam prosesnya mulai dari input – konversi – outputnya, sejatinya dilakukan oleh dan untuk manusia.
Dalam sejarah peradaban dunia dari zaman batu sampai zaman Romawi kuno dan abad modern saat ini, bahwa hanya orang cerdas dan para pemikir (Filosof: manusia yang bercita-cita) yang bisa maju dan merubah peradaban suatu bangsa atau dunia yaitu melalui berbagai inovasinya.
Dari perspektif tersebut berarti untuk mengembangkan kemajuan peradaban bangsa serta menjaga jatidiri suatu bangsa dan kedaulatan negara, diperlukan pendidikan politik sebagai alat ukur dalam mencerdaskan bangsa.
Itulah sebabnya sejak dini diperlukan pembangunan manusia Indonesia yang utuh dan berkelanjutan, secara formal pendidikan mulai Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi dan non formal dari lingkungan keluarga dan masyarakat melalui menumbuhkan kesadaran kognetif (Mengerti Nilai), afektif (Memaknai nilai) dan konatif (Menjalankan Nilai dalam Berperilaku), sebab satu negara yang maju dan demokratis tercermin dari kemajuan kapasitas intelektual (kecerdasan) bangsanya.
Permasalahannya adalah "Bagaimana mendidik warga bangsa menjadi cerdas secara berkesinambungan” sehingga memberikan manfaat besar dalam mengelola sumberdaya alam dan menumbuhkan kehidupan masyarakat yang demokratis sesuai jatidiri ?
Dari sinilah kita mencari thesis pendidikan politik sebagai alat ukur mencerdaskan bangsa (manusia Indonesia).
Adapun cerdas yang dimaksudkan adalah generasi bangsa yang bisa mengimplementasikan komitmen terhadap nilai-nilai moral Pancasila dan norma hukum sesuai ketentuan UUD 1945 serta konsep berbhinneka Tunggal Ika, dalam menjaga NKRI.
Selama ini kita hanya pada fase memahami belum utuh merasa memiliki nilai Pancasila ( just knowing not being ) dan terkesan Pancasila hanya sebagai alat, sehingga ketika selesai proses politik yang muncul, kembali pada kepentingan pribadi, kelompok dan entitas tertentu. Inilah yang cenderung membuat turbulence ( terkesan riuh atau gaduh politik ).
Moral Politik Kebangsaan
Pendidikan politik belum dapat dikatakan berhasil jika kita belum menghasilkan manusia Indonesia yang utuh sesuai Pancasila dan UUD 1945.
Kita cenderung melihat proses pendidikan politik hanya dengan pendekatan political oriented, bukan melahirkan partisipasi masyarakat sebagai wujud tanggungjawab kebangsaan.
Kondisi aktual partisipasi politik bangsa ini selain pemilu dan pilkada misalnya dalam dinamika kehidupan demokrasi di masyarakat terindikasi masih rendahnya tanggungjawab politik kebangsaan, yang diperlihatkan masih maraknya sikap anarkisme dalam berdemokrasi.
Cenderung memaksakan kehendak dan rapuhnya semangat kebangsaan serta mulai pudarnya paham kebangsaan, konkretnya dapat kita lihat di berbagai media sosial, saling cemooh, saling fitnah dan bahkan saling adu argumen menurut kepentingan kelompoknya.
Kita patut berbangga karena belum lama ini saat Ultah RI ke 77, ada upaya Kemendagri mengingatkan makna "bendera merah putih" dalam perjuangan kemerdekaan.
Trigger seperti ajakan pembagian #10 juta bendera merah putih telah mematri semangat NKRI sehingga semangat kebangsaan terbangun terus.
Pada sisi lain bahwa, belum optimalnya pendidikan politik pasca reformasi dan sekaligus menggambarkan rendahnya pemahaman atas berbagai ketentuan konstitusi (red - pasca amandemen ke IV UUD 1945).
Indikasi tersebut adanya pihak-pihak yang mewacanakan "deviasa pikiran - pikiran politik berdemokrasi" yang keluar dari ketentuan konstitusi.
Dalam pendidikan dewasa, silahkan dicermati berbagai isu2 pemilu di media sosial dalam beberapa bulan terakhir.
Secara kausalitas seharusnya pasca reformasi, dengan adanya perubahan berbagai regulasi politik setidaknya bersinerji mendorong kehidupan politik yang lebih baik dalam kehidupan demokratis berdasar Pancasila.
Tanggungjawab siapa proses pendidikan politik ?
Jika kita telaah menurut Ackerman dan Alscott (1999) dalam bukunya stakeholder society dijelaskan bahwa pendidikan berkait dengan komponen bangsa, seperti masyarakat lokal (Ormas dan Lembaga Nirlaba lainnya), orangtua (keluarga), peserta didik (pelajar, mahasiswa), Negara (Pemerintah/Pemda dan K/L terkait) dan pengelola profesional pendidikan (Guru/Dosen/Pengajar dari TK-PT).
Stake holder pendidikan tersebut tentu tidak terpisah dari regulasi politik, ini juga yang menyebabkan kurikulum pendidikan yang cenderung dihubungkan dengan political will tertentu.
Pertanyaan berikutnya “apa yang kurang dengan pendidikan politik selama ini? jawaban sederhananya kita baru cenderung memahami Pancasila dan UUD 1945, belum konsisten menjalankannya.
Penulis : Dr. Bangun Sitohang, Ketua Belajar Menjadi Orang Indonesia ( BeMOI ).
Editor : Hotbert Purba, Papua-Barat.Wahananews.co