PAPUA-BARAT.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Institut USBA menyambut positif dan mengapresiasi putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 83 PK/TUN/TF/2025 yang telah memperkuat pembatalan izin tambang PT Gema Kreasi
Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Putusan ini bukan hanya kemenangan bagi warga Wawonii, tetapi juga sebuah preseden hukum bersejarah yang menegaskan prinsip perlindungan ekologis bagi pulau-pulau kecil di Indonesia, sesuai dengan UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Baca Juga:
PT Gag Nikel Kembali Beroperasi, Senator PFM Minta Penyerapan Tenaga Kerja 80% OAP Sebagai Bukti Keadilan Negara Melalui UU Otsus
Momentum Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan Kemenangan hukum di Wawonii harus menjadi pijakan bagi bangsa Indonesia untuk mengoreksi model pembangunan di pulau-pulau kecil yang rentan.
Pulau-pulau seperti Wawonii dan Raja Ampat memiliki daya dukung lingkungan yang terbatas dan fungsi ekologis yang vital, yang merupakan aset nasional bahkan dunia.
Melindunginya bukanlah halangan bagi pembangunan, justru merupakan investasi untuk masa depan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan, khususnya melalui sektor pariwisata bahari, perikanan berkelanjutan, dan ekonomi biru.
Baca Juga:
Susi Pujiastuti Desak Presiden Prabowo Turun Tangan dan Hentikan Eksploitasi Alam Raja Ampat
"Mendesak Konsistensi, Transparansi, dan Klarifikasi atas Kebijakan di Raja Ampat dalam semangat putusan MA tersebut, kami mendorong Pemerintah untuk konsisten dalam menerapkan hukum. Kami mencatat pernyataan pemerintah mengenai pencabutan empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat," kata Direktur Institut USBA Charles Imbir di Jakarta dikutip Jumat (7/11/2025).
Juga pihaknya, menyoroti ketidakjelasan status kebijakan ini, seiring dengan pernyataan resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkap bahwa Surat Keputusan (SK) pencabutan izin tersebut belum pernah ditunjukkan secara resmi kepada publik (detikFinance, 5 November 2025).
Menurutnya, kondisi ini menimbulkan kaburnya kepastian hukum dan mengundang pertanyaan publik.
"Ditengah ketidakjelasan ini, kami justru menyayangkan pemberian izin operasi kembali kepada PT Gag Nikel di kawasan jantung segitiga karang dunia (Coral Triangle). Keputusan ini, meskipun diklaim telah memenuhi standar PROPER, menimbulkan kekhawatiran besar mengingat skala operasi yang masif dan lokasinya yang sangat kritis," ujar Charles.
Institut USBA percaya, terdapat pilihan pembangunan lain yang risikonya lebih rendah dan nilai jangka panjangnya lebih tinggi bagi Indonesia, khususnya bagi masyarakat Raja Ampat.
Solusi dan Jalan Keluar yang Konstruktif Institut USBA percaya bahwa momentum ini harusndimanfaatkan untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Untuk itu, pihaknya tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga merumuskan langkahlangkah strategis yang dapat segera diadopsi oleh pemerintah dengan menyerukan:
1. Klarifikasi dan Transparansi Segera:
Pemerintah harus segera mempublikasikan secara resmi SK pencabutan empat IUP di Raja Ampat seperti yang telah diumumkan, guna menghilangkan ambiguitas dan memulihkan kepercayaan publik.
2. Moratorium Nasional yang Terukur: Pemerintah pusat (BKPM, ESDM, KLHK) hendaknya menerbitkan Moratorium Nasional terhadap pemberian izin pertambangan baru di pulau-pulau kecil di bawah 2.000 km², sambil melakukan kajian ulang terhadap izin-izin yang telah beroperasi, dengan prioritas tinggi pada kawasan biodiversitas unik seperti Raja Ampat.
3. Pemulihan Total dan Pertanggungjawaban: Pemerintah harus memastikan perusahaan yang izinnya dicabut bertanggung jawab penuh atas pemulihan lingkungan (reklamasi) lahan bekas tambang.
4. Transisi Ekonomi Biru: Pemerintah dan DPRD perlu membentuk Tim Transisi Ekonomi Biru Raja Ampat yang melibatkan masyarakat adat dan akademisi untuk merancang investasi hijau di sektor pariwisata berkelanjutan, perikanan ramah lingkungan, energi terbarukan, dan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal, guna mengarahkan pembangunan daerah dari ketergantungan pada sumber daya ekstraktif menuju ekonomi berkelanjutan, serta menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan bermartabat..
5. Penguatan Kelembagaan Adat: Mendorong pengakuan dan pengintegrasian pengetahuan lokal dan kelembagaan adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah pesisir, sebagai mitra setara pemerintah.
"Masa depan diujung tangan pilihan kita hari ini akan menentukan warisan untuk generasi mendatang. Wawonii telah menunjukkan jalannya. Kini, Raja Ampat adalah ujian nyata komitmen Indonesia untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keadilan ekologis, serta ujian bagi transparansi dan konsistensi kebijakan pemerintah," demikian Charles Imbir.
"Di Raja Ampat, dihadapkan pada pilihan akhir menjadi penjaga terakhir surga yang dianugerahkan Tuhan, atau menjadi generasi yang menghancurkannya. Pilihan itu harus jelas untuk hentikan tambang, selamatkan masa depan,” tutup Charles Imbir.
[Redaktur: Hotbert Purba]