Dirinya melihat, taubatan nasuha belakangan perlahan-lahan telah dilakukan oleh Prabowo. Jadi, sikap nyiyir sebagian orang yang ingin menyudutkan Prabowo terus-terusan dengan dikaitakan pelanggar HAM tidaklah tepat.
"Apakah seseorang tidak boleh bertaubat atas “kegelapan” dimasa lalunya kemudian memperbaiki perbuatanya?," tanya Sri Mulyono.
Baca Juga:
Ikut Rayakan Deepawali, Dirut PLN: Indonesia Memasuki Masa yang Lebih Terang lagi Bersama Presiden Prabowo
Dimata Sri Muluyono, ada beberapa indikator taubatan nasuha politik Prabowo antara lain; setelah dicopot dari Pangkostrad dan TNI Prabowo menjadi masyarakat sipil dan mengikuti rule of demokrasi yang berlaku.
Sejak 2008, Prabowo mendirikan, membangun, mengelola dan membesarkan Partai Gerindra. Mengikuti aturan demokrasi dalam kontestasi politik Pemilu demi Pemilu sesuai aturan yang berlaku.
"Dihadapan publik Prabowo meminta maaf kepada Budiman Sudjatmiko dan Agus Jabo atas tindakan yang dilakukan terhadap mereka pada tahun 1998. Beberapa personil yang menjadi korban seperti Desmon Mahesa, Pius lustrilanang, Budiman Sujatmiko, Andy Arif, Agus Jabo dan terakhir Mugianto justru ikut dan menjadi pendukung militan Prabowo. Mereka semua diberikan tempat terhormat bahkan cenderung dimanjakan oleh Prabowo. Desmon Mahesa (alm) menjadi anggota DPRRI 2 periode," terangnya.
Baca Juga:
Umat Hindu Bersama Tokoh Nasional Lintas Agama Doakan Presiden Prabowo Sukses Pimpin Indonesia
Lebih lanjut Sri Mulyono menjelaskan, perilaku Prabowo berubah menjadi santun, penuh senyum, sabar dan tentu saja goyang gemoy namun tetap tegas.
Fakta-fakta ini menunjukan bahwa Prabowo telah melakukan taubatan nasuha politik. Lalu apa dampaknya?
"Dari kegelapan menuju cahaya
Taubatan nasuha adalah puncak kesadaran tertinggi untuk menutup masa lalu yang gelap menuju masa depan terbaik “cahaya”.