Papua-Barat.WahanaNews.co, Jakarta - Pertamina Patra Niaga mengapresiasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menindak kasus penyalahgunaan LPG 3kg.
Hal tersebut dikemukakan Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari dalam keterangan persnya pasca press conference Ditkrimsus Polda Metro Jaya pada Kamis (17/10) di halaman gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Baca Juga:
Masyarakat Diminta Cek Keaslian Segel LPG Bright Gas dengan Cara Ini
Heppy Wulansari mengatakan, Pertamina Patra Niaga mendukung penuh tindakan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya dengan menghentikan penyalahgunaan LPG bersubsidi yang dilakukan oleh para oknum.
"Kami mengapresiasi Polda Metro Jaya atas penangkapan yang dilakukan untuk penyalahgunaan LPG Subsidi. Pengoplosan LPG subsidi ke LPG non subsidi merupakan tindak pidana yang merugikan negara dan masyarakat,” ujar Heppy dikutip Sabtu.
Penyalahgunaan LPG Subsidi dilakukan dengan pelaku membeli LPG 3 kg bersubsidi dari pangkalan, kemudian dipindahkan ke tabung Bright Gas 5,5 kg dan LPG 12 kg. Kemudian tabung oplosan tersebut dijual dengan menggunakan mobil.
Baca Juga:
PT Pertamina Patra Niaga Ajak Konsumen Cek Kualitas dan Keaslian LPG Bright Gas
Heppy Wulansari menambahkan, selain koordinasi dengan aparat penegak hukum, upaya menjaga dan meminimalisir penyalahgunaan LPG 3 kg dilakukan Pertamina Patra Niaga dengan mewajibkan pendaftaran KTP atau NIK bagi konsumen LPG 3 kg dan pencatatan oleh pangkalan melalui aplikasi Merchant Application Pertamina (MAP).
“Per 30 September lalu, sudah 97 persen transaksi LPG 3Kg di 248.145 pangkalan LPG 3 di seluruh Indonesia pangkalan telah tercatat pada MAP. Baik transaksi LPG 3kg dari sektor rumah tangga, usaha mikro, petani sasaran, maupun nelayan sasaran,” jelas Heppy.
Mengingat LPG 3 kg adalah barang subsidi Pemerintah, Pertamina Patra Niaga menghimbau kepada seluruh masyarakat Untuk turut mengawasi penyaluran distribusi LPG 3 kg dan memberikan laporan ke aparat penegak hukum jika ditemukan indikasi tindak penyalahgunaan LPG subsidi di sekitar lingkungan masyarakat.
"Selain mengamankan barang subsidi. Pengawasan dari masyarakat ini juga penting untuk menghindari terjadinya insiden, karena pengoplosan rawan terjadinya kebakaran," tutup Heppy.
Konsumen dapat mengenali produk LPG 3Kg yang asli dari seal cap atau segel plastiknya, sementara produk LPG BrightGas asli dapat dikenali melalui QR code dan stiker Hologram yang terdapat pada leher tabung.
"Untuk menghindari produk palsu, konsumen dapat membeli LPG Pertamina pada pangkalan dan outlet BrightGas dan juga dapat dilakukan melalui call center Pertamina 135 untuk produk LPG BrightGas," terangnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap 2 pria berinisial EBS dan RD atas kasus pengoplosan gas LPG 3 kg atau gas subsidi ke tabung gas 12 kg di lokasi berbeda yakni Cengkareng, Jakarta Barat dan Medan Satria, Bekasi.
Wadirkrimsus Polda Metro Jaya AKBP Hendri Umar, mengatakan kasus terungkapnya kasus berawal dari laporan masyarakat atas kegiatan pengoplosan di Jakarta Barat dan Bekasi. Setelah diselidiki, polisi menemukan 113 tabung gas subsidi dan 60 tabung gas 12 kg.
Hendri menuturkan, dari hasil pemeriksaan, terungkap aksi kejahatan pelaku sudah berjalan 4 bulan. Setiap tabung subsidi mereka pindahkan gasnya ke tabung gas 12 kg. Proses pemindahan ini mereka pelajari sendiri.
Setiap tabung gas mereka oplos dijual sekitar Rp 200 ribu. Kemudian mereka edarkan di Jakarta Barat dan Bekasi. Dari kejahatan mereka ini, omzetnya mencapai Rp 300 juta.
"Adapun kerugian dengan kurun waktu lebih kurang sudah melakukan kegiatan ini selama 4 bulan, tersangka ini sudah mendapatkan keuntungan diangka estimasi diangka Rp 300 sampai Rp 350 juta," rincinya.
Atas perbuatannya, kedua pelaku dijerat dengan Pasal 40 (9) UU No 6 tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Dari Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menjadi Undang-undang Atas Perubahan Ketentuan di dalam Pasal 55 Undang-undang Tahun 2022 No 21 Tentang Minyak Dan Gas Bumi dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara kemudian ditambah dengan denda maksimal Rp 60 miliar.
[Redaktur: Hotbert Purba]