Papua-Barat.WahanaNews.co, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto diingatkan untuk tidak hanya mengutamakan merangkul semua pihak ke dalam koalisi. Sebab, koalisi yang terlalu gemuk juga berpotensi mengganggu keseimbangan demokrasi dan pemerintahan.
"Kekuasaan yang besar membutuhkan kontrol yang besar pula. Sehingga perlu adanya penyeimbang kekuasaan atau ruang oposisi. Oposisi yang baik akan memberikan manfaat untuk mengingatkan pemerintahan yang berkuasa agar tetap menjalankan pemerintahan sesuai dengan perundangan dan mengutamakan menuntaskan janji politik yang telah dan akan diajukan selama masa pemerintahan," kata loyalis Jokowi, Haidar Alwi, Selasa 7 Mei 2024.
Baca Juga:
Kabinet Merah Putih Ikuti Retreat di Akmil Magelang
Menurutnya, waktu tersisa selama kurang lebih enam bulan sebelum pelantikan perlu dingatkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam membentuk koalisi dan postur koalisi yang tepat sesuai tujuan diatas.
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) dan Haidar Alwi Care (HAC) itu melihat politik merangkul yang diterapkan Prabowo membuat peluang pemerintahan tanpa oposisi semakin terbuka lebar.
"Terlebih, Nasdem dan PKB telah mendeklarasikan diri menjadi bagian dari pemerintahan Prabowo. Sementara PPP menyatakan siap bergabung dan PKS disebut bersedia jika diajak," ucapnya.
Baca Juga:
Penambahan Menteri di Era Prabowo, Gajinya Tembus Rp 10,74 miliar
Kata dia, satu-satunya harapan terbesar ruang oposisi kini berada di tangan PDI Perjuangan. Sebagaimana diketahui saat ini tengah diupayakan untuk merangkul PDIP untuk masuk ke dalam koalisi. Setelah gagalnya rencana pertemuan Prabowo-Megawati, kini muncul rencana pembentukan presidential club yang akan melibatkan Jokowi dan SBY.
"Semua itu adalah upaya untuk menaklukkan PDI Perjuangan," tegasnya.
Kalau akhirnya PDIP takluk, lanjutnya, berhasil dirangkul, hampir dapat dipastikan pemerintahan Pak Prabowo tanpa oposisi. Dan ini tentunya alarm bahaya untuk demokrasi kita. Bahkan lebih lanjut juga berbahaya untuk pemerintahan Prabowo sendiri. Hal ini dikarenakan tidak adanya kontrol terhadap kekuasaan.